Oleh: Agung Wibawanto
whatwonderfullworld.com – “Pilpres bukanlah Indonesian Idol, Pilpres bukan sekedar memilih idola, tapi memilih pemimpin yang sanggup memastikan 14.700 pulau, 1.340 suku dan 275 juta rakyat Indonesia tetap utuh sebagai bangsa dan menjadi sejahtera, bebas dari ketakutan, serta berjalan dengan kepala tegak di bawah bendera merah putih,” kata Adian dalam keterangannya, dikutip Senin (20/2).
Aktivis 98 atau Persatuan Nasional Aktivis 97 (Pena 98) yang dimotori Adian Napitupulu, selaku Sekjen Presidium, mengajukan sejumlah poin kriteria capres 2024. Dua diantara 8 poin kriteria tersebut, tidak terlibat beban masa lalu (orba), dan tidak menggunakan politik identitas, dianggap pengamat sebagai kode menyingkirkan (eliminir) sosok Prabowo dan Anies Baswedan sebagai kandidat Capres 2024.
Seperti diketahui, Prabowo dan Anies merupakan tokoh yang sudah diusung baik oleh partai Gerindra dan juga koalisi Perubahan (NasDem, PKS dan Demokrat) sebagai bakal capres. Dalam beberapa hasil survey publik juga memunculkan dua nama tersebut berada di tiga besar, selain juga ada nama Ganjar Pranowo yang kerap berada di puncak survey.
Ganjar sendiri hingga kini belum bisa dipastikan ikut berlaga dalam kontestasi pilpres 2024 karena belum mendapat rekomendasi dari Megawati selaku Ketum PDIP. Meski begitu elektabilitas Ganjar di mata publik bisa dikatakan tidak memudar, malah selalu tampil teratas. Hal ini tentu saja mengundang rasa penasaran publik, mungkinkah PDIP tidak mengusung Ganjar sementara elektabilitasnya tertinggi?
Hanya tiga nama tersebut yang potensial atau tinggi elektabilitasnya. Sehingga jika Aktivis 98 mengeluarkan dua poin kriteria yang dimaksud di atas, maka sudah bisa dipastikan tertuju kepada Prabowo dan Anies Baswedan. Prabowo merupakan mantu dari presiden Suharto (suami Titiek Suharto) yang karirnya sudah dimulai saat rezim orba berkuasa. Terakhir menjabat sebagai Pangkostrad.
Prabowo dilantik sebagai Pangkostrad pada 20 Maret 1998, atau beberapa hari setelah bapak mertuanya, Suharto, dilantik kembali sebagai Presiden RI pada 11 Maret 1998 (jika dihitung lama berkuasa Suharto sekitar 32 tahun, atau jika dihitung periode pemilu, Suharto menjabat Presiden selama 6 periode). Prabowo juga tereliminasi oleh poin lain dalam kriteria sebagai capres dari Aktivis 1998, yakni tidak terlibat dalam pelanggaran HAM berat.
Pada era reformasi, 1998, Prabowo diduga kuat ikut terlibat, bahkan sebagai aktor intelektual menghabisi para aktivis mahasiswa yang saat itu getol menyerang Suharto. Beberapa aktivis hilang diculik dan ada yang ditahan hingga pada peristiwa Trisaksi I dan II (penembakan terhadap mahasiswa Trisakti peserta demo). Diduga ada indikasi Prabowo ingin melakukan kudeta paska Suharto dilengserkan.
Sementara Anies Baswedan adalah sosok yang kental melekat pada dirinya dengan lebel politik identitas dan intoleran. Anies dapat saja menyangkal dirinya tidak seperti yang publik bayangkan, bahkan menantang untuk menunjukkan bahwa dirinya menggunakan politik identitas. Namun proses Pilgub DKI 2017 telah menjadi sebuah peristiwa yang fonumenal dan akan dicatat dalam sejarah bangsa sebagai pilkada paling “horor”.
Anies dan Tim Pendukungnya yang dimotori oleh ormas Islam seperti FPI, PA 212, GNPF Ulama dll, kerap menggunakan simbol-simbol Islam untuk merekrut suara sekaligus melawan kandidat lainnya (yang kebetulan Ahok, merupakan minoritas). Selain pemaksaan melalui perkataan (ditakuti) menggunakan ayat-ayat (dicap kafir, haram, dosa-neraka, murtad), hingga pemaksaan fisik berupa persekusi.
Tindakan kepada warga yang berbeda pilihan tersebut (istilahnya: pendukung kafir) berupa pelarangan memandikan jenazah di masjid, ataupun melarang dan mengusir yang ingin sholat dari masjid). Jika Anies mengatakan tidak terlibat politik identitas, maka seharusnya dia sebagai Calon Gubernur yang berada terdepan menyuarakan itu atau menolak praktik-praktik politik identitas yang dilakukan pendukungnya.
Atas pembiaran bahkan persetujuan tersebut (dengan bukti saat menjabat gubernur, ormas pendukung tersebut diakomodir dan mendapat fasilitas), Anies dinyatakan sebagai tokoh politik identitas dan intoleransi. Belum lagi saat Anies berkuasa di DKI, banyak kasus intoleran terjadi, termasuk saat pembagian bantuan kepada korban banjir yang tengah mengungsi. Petugas menanyakan terlebih dahulu agama dari penerima bantuan, diutamakan bagi yang muslim.
Poin lain yang dianggap memberatkan Anies adalah: tidak pernah terkait atau sedang terkait kasus korupsi. Seperti diketahui, Anies belum bisa dianggap aman untuk beberapa kasus aktivitas koruptif, terutama Formula E. Ada pula kasus pengadaan tanah untuk program Rumah DP 0%, kelebihan bayar, mark up RAPBD dll. Meski baru sebatas dipanggil sebagai saksi oleh KPK, namun publik sepertinya terlebih dahulu “mencium” keterlibatan Anies saat menjabat Gubernur DKI.
Terlebih Anies membutuhkan dana besar untuk maju menjadi capres 2024. “Untuk menjadi Gubernur DKI saja harus berutang 50 M kepada Sandiaga, kan? Apalagi untuk maju Pilpres tentu biayanya lebih besar karena berskala nasional. Karena Anies itu bukan konglomerat atau pengusaha besar, uang dari mana? Ya, kecuali selama menjabat Gubernur DKI dia bisa mengumpulkan cuan banyak,” ujar seorang warga yang tidak ingin disebut namanya.
Dengan poin-poin kriteria yang dipaparkan oleh Aktivis 98 tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Adian cs telah “menyingkirkan” dua nama kandidat kuat di atas. Tinggal Ganjar yang sepertinya lolos dari seluruh kriteria tersebut, yang masih tersisa dari tiga kandidat kuat (elektabilitasnya). Aktivis 98 tidak menyebut nama sama sekali, tapi arah kepada Ganjar sangat kuat. Sekali lagi, meskipun Ganjar belum dipastikan mendapat rekomendasi.
Atau, adakah nama lain yang lolos kriteria tersebut yang dianggap potensial? Dalam sejarah pemilu modern di Indonesia (2004), semua kandidat yang akan berlaga dalam kontestasi adalah mereka yang muncul potensial dalam survey-survey publik. Belum ada istilah “satrio piningit” yang muncul tiba-tiba, terlebih bisa memenangkan suara pemilu. Kecuali memang datang sebuah “keajaiban” yang tidak pernah kita ketahui (Kuasa Tuhan).
Menurut Direktur Eksekutive Panel Survei Indonesia dengan adanya kriteria yang di ajukan oleh Aktivis 98 memang nama Prabowo Subianto & Anies Baswedan tereliminir, walaupun tetap bisa mencalonkan sebagai capres jika ada parpol yang mengusung mereka nanti, tetapi tentu saja jaringan Aktivis 98 tidak akan mendukung mereka berdua dan akan jadi lawan mereka di masyarakat.
Sejauh ini hanya dua tokoh yaitu Airlangga Hartarto sebagai Ketum Partai Golkar dan Puan Maharani putri dari ketum PDIP yang punya kesempatan besar untuk maju sebagai capres tentu saja tokoh ini bebas dari Orba dan politik indentitas serta punya kendaraan parpol untuk mengusung mereka berdua di pilpres 2024 nanti
Sementara Ganjar Pranowo yang di framing oleh banyak lembaga memiliki tingkat elektabilitas yang tinggi dan sudah dari awal curi start untuk berkampanye melalui relawan relawan nya baik melalui medsos dan di lapangan dengan modal bagi bagi sembako. boleh dikatakan juga bagian dari pembawa politik indentitas kesukuan yang menjadi antitesa dari Anies Baswedan , dan ini bisa dibuktikan dengan buzzer di medsos yang melakukan kontra terhadap Anies Baswedan.
Jika ingin pembelahan di masyarakat tidak terjadi dalam pilpres 2024 maka hanya jika Airlangga Hartarto dan Puan Maharani tokoh yang sudah punya kapasitas dalam kepemimpinan nasional dan masuk kriteria presiden yang diinginkan oleh jaringan Aktivis 98 untuk bisa didukung oleh PDI Perjuangan dan Golkar maju maju sebagai Capres 2024