whatwonderfullworld.com – Pemerintah Indonesia resmi mengumumkan langkah-langkah pengetatan terhadap impor barang demi mendukung pertumbuhan pasar dalam negeri dan melindungi produsen lokal. Berbagai masalah yang muncul, seperti maraknya barang impor di pasar tradisional, peningkatan penjualan melalui e-Commerce, dan masalah PHK di industri tekstil, telah menjadi perhatian serius bagi Pemerintah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan kekhawatiran tentang dampak dari peredaran barang impor yang tidak terkendali.
“Barang impor yang tidak diatur kembali dapat mengganggu stabilitas pasar dan produksi dalam negeri. Kami perlu melakukan pengaturan ulang untuk melindungi kepentingan masyarakat dan produsen lokal,” ujarnya dalam keterangan pers setelah Rapat Internal terkait Pengetatan Arus Barang Impor di Istana Merdeka, Jumat (6/10/2023).
Menurut Menteri Airlangga, Pemerintah akan fokus pada pengetatan impor untuk komoditas tertentu, seperti Pakaian Jadi, Mainan Anak-anak, Elektronik, Alas Kaki, Kosmetik, Barang Tekstil, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan produk Tas. Pengawasan yang sebelumnya bersifat Post-Border akan diubah menjadi pengawasan di Border, dengan persyaratan Persetujuan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS).
“Dari total 11.415 HS, sekitar 60,5% adalah barang terkena Larangan/Pembatasan (Lartas). Kami akan melakukan pengetatan dengan merubah pengawasan menjadi di Border untuk 8 kelompok Komoditas Tertentu sebanyak 655 HS,” ungkap Menko Airlangga.
Perubahan ini diharapkan dapat meminimalkan impor ilegal, terutama dalam sektor pakaian bekas (thrifting) yang semakin marak. Menko Airlangga juga menekankan urgensi revisi peraturan dari berbagai kementerian dalam waktu 2 minggu, sesuai arahan Presiden.
Saat ditanya tentang dampak terhadap waktu layanan impor (Dwelling-Time) dan biaya logistik, Menko Airlangga menjelaskan bahwa dampaknya diperkirakan tidak signifikan, hanya sekitar 0,11 Hari. Langkah ini sejalan dengan arahan Presiden untuk memberikan kemudahan bagi industri yang rentan PHK, terutama di sektor tekstil, dengan memperbolehkan penjualan produk dalam negeri hasil produksi kawasan berfasilitas.
Selain itu, Pemerintah juga akan membentuk Satgas Nasional yang terdiri dari berbagai lembaga, termasuk Polri, Bea Cukai, Perdagangan, dan lainnya, untuk meningkatkan pengawasan terhadap impor dan menjaga praktik bisnis yang adil di sektor digital. Penguatan kelembagaan untuk Badan Perlindungan Konsumen dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga akan dilakukan.
Menko Airlangga menutup keterangan pers dengan mengumumkan rencana kebijakan restrukturisasi pembiayaan melalui KSSK dan lembaga perbankan untuk mendukung industri tekstil agar tetap bersaing dan menghindari PHK. Langkah-langkah ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan mendukung pertumbuhan ekonomi dalam negeri.