whatwonderfullworld.com – Di saat dunia sedang mencari solusi untuk pulih dari krisis, peran dan fungsi hutan menjadi tumpuan terdepan dalam mendukung pertumbuhan perekonomian yang lestari dan berkelanjutan.
Hutan mampu menjadi modal penggerak ekonomi dalam pembangunan nasional, sehingga hutan harus dijaga, dikelola, dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang maupun yang akan datang.
“Hutan berperan sebagai penggerak ekonomi, antara lain sebagai penyedia devisa, penyedia modal awal dalam pembangunan berbagai sektor, dan penyedia lapangan kerja lewat kegiatan penanaman, pemeliharaan, perlindungan hutan, pemanenan hasil hutan, dan industri hasil hutan. Hutan juga berperan dalam penyediaan oksigen, pengatur tata air, pencegahan erosi dan banjir, dan nilai keragaman hayati lainnya yang tidak masuk dalam perhitungan ekonomi nacional,” papar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam keynote speech-nya pada webinar bertema Peningkatan Peran Hutan dalam Pembangunan Nasional yang diselenggarakan Institute for Sustainable Earth and Resources (I-SER) Universitas Indonesia, di Jakarta, Selasa (11/4).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan total luas Kawasan Hutan Indonesia mencapai sebanyak 125,76 juta hektare atau mencakup sekitar 62,97% dari luas daratan Indonesia, dan saat ini menjadi yang terbesar ke-8 di dunia. Akan tetapi, pada Kongres Kehutanan Indonesia 2022, sektor kehutanan Indonesia baru berkontribusi terhadap PDB Nasional sebesar 0,66%, jadi jumlah ini relatif kecil jika dibandingkan dengan luasan hutan Indonesia.
Luasan hutan Indonesia yang besar berpotensi mendatangkan nilai ekonomi karbon yang signifikan melalui penyerapan karbon (carbon sequestration). Potensi ekonomi karbon RI mencapai US$565.9 miliar atau sekitar Rp8.000 triliun.
Beberapa peraturan yang mengatur terkait ekonomi karbon yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 terkait pajak karbon, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 terkait Nilai Ekonomi Karbon, dan Peraturan Menteri LHK Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon.
“Dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, hutan berperan dalam pencapaian 10 dari 17 tujuan tersebut, terutama pada pertumbuhan ekonomi, industri inovasi, dan infrastruktur. Kebijakan pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan,” tutur Menko Airlangga.
Pemanfaatan sumber daya hutan dilakukan sesuai fungsi yang terkandung di dalamnya, yaitu fungsi lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi, dan juga harus meningkatkan nilai tambah ekonomi dan ekologi dari hutan.
Kebijakan penyelenggaraan sektor kehutanan juga harus menerapkan prinsip-prinsip “ekonomi hijau” agar pengelolaan hutan berkelanjutan dan mampu berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi rendah karbon. Prinsip ini diadopsi melalui upaya produksi dan konsumsi berkelanjutan, pengelolaan, perlindungan, serta pemulihan untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Pemerintah terus melakukan kebijakan Perhutanan Sosial yang membuka kesempatan bagi masyarakat di sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan. Dengan pemanfaatan hasil hutan yang sesuai prinsip kelestarian ramah lingkungan, maka tujuan konservasi dapat sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Saya juga berharap sinergi dan kolaborasi dari semua pemangku kepentingan dapat bermanfaat untuk pengelolaan kehutanan di Indonesia yang lestari dan berdaya saing,” tutup Menko Airlangga. (rep/…)