whatwonderfullworld.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto dan Deputy Prime Minister – Minister of Plantation and Commodities of Malaysia Dato’ Sri Haji Fadillah Bin Haji Yusof, telah menyampaikan ketidaksetujuan mereka kepada Uni Eropa (UE) atas tindakan diskriminasi terhadap kelapa sawit dalam acara jamuan makan malam yang dihadiri oleh perwakilan Civil Society Organisations (CSOs) dan Non-Governmental Organisations (NGOs) di Brussels, Belgia pada tanggal 30 Mei 2023.
Menko Airlangga menjelaskan bahwa implementasi EU Deforestation-Free Regulation (EUDR) akan merugikan komoditas perkebunan dan kehutanan penting seperti kakao, kopi, karet, produk kayu, dan minyak sawit. Ia menyatakan bahwa kebijakan tersebut mengurangi upaya Indonesia dalam menangani isu perubahan iklim dan perlindungan keanekaragaman hayati sesuai dengan kesepakatan multilateral seperti Paris Agreement.
Menko Airlangga menekankan bahwa negara anggota CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries) telah menerapkan kebijakan konservasi hutan dan berhasil menurunkan tingkat deforestasi di Indonesia sebesar 75% pada periode 2019-2020. Indonesia juga berhasil mengurangi wilayah yang terdampak kebakaran hutan sebesar 91,84%.
Indonesia meminta kolaborasi antara negara anggota CPOPC dan pemahaman yang lebih baik antara negara produsen dan konsumen. Menko Airlangga menegaskan bahwa Indonesia telah memproduksi minyak sawit secara berkelanjutan dan meminta pengakuan yang layak dari Uni Eropa.
Selain itu, Menko Airlangga juga mengajak CSOs dan NGOs yang hadir untuk mendukung minyak sawit melalui skema yang obyektif, transparan, tidak diskriminatif, dan didukung oleh data dan informasi yang akurat. Dia mengungkapkan bahwa komitmen Indonesia dalam memproduksi minyak sawit yang berkelanjutan dan menyelesaikan isu deforestasi telah diakui oleh organisasi internasional seperti Bank Dunia.
Deputy Prime Minister Malaysia juga menegaskan dukungannya terhadap upaya penanganan perubahan iklim dan penurunan deforestasi.

Pada sesi tanya jawab, kalangan CSOs dan NGOs juga menyampaikan kekhawatiran mereka terkait regulasi EUDR. Mereka meminta kejelasan mengenai platform konsultasi yang akan dibentuk untuk mendukung penyusunan implementing regulation dari EUDR agar lebih praktis dan tidak merugikan petani kecil.
Kalangan CSOs dan NGOs juga menyatakan dukungan mereka terhadap Indonesia dalam menghadapi permasalahan regulasi EUDR dan menekankan bahwa Eropa juga tidak dapat terbebas dari kelapa sawit.
Ketentuan utama EUDR yang berpotensi merugikan petani kecil termasuk penerapan geolocation plot lahan kelapa sawit dan country benchmarking system yang membagi negara menjadi tiga kategori risiko tinggi, standar, dan risiko rendah.
Menko Airlangga menegaskan bahwa ketentuan tersebut berpotensi menghambat akses pasar bagi komoditas seperti kopi, kakao, kayu, minyak sawit, dan karet, yang merupakan target dari EUDR. Ia juga menekankan bahwa ketentuan tersebut akan memberikan citra negatif kepada negara-negara yang dikategorikan sebagai risiko tinggi.
Acara jamuan makan malam tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pejabat dan perwakilan, termasuk Duta Besar RI untuk Brussels, Duta Besar RI untuk Berlin, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian, Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Luar Negeri, Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Eropa, Afrika, dan Timur Tengah, Asisten Deputi Pengembangan Agribisnis Perkebunan, Sekretaris Jenderal dan pejabat CPOPC, pelaku usaha, serta wakil CSO/NGOs yang berkecimpung dan bergerak di sektor minyak sawit di Eropa.
Dalam kesempatan tersebut, terungkap keresahan yang dirasakan oleh kalangan CSOs dan NGOs terkait dengan regulasi terbaru UE ini. Beberapa masukan dan pertanyaan disampaikan oleh kalangan tersebut, termasuk permintaan untuk adanya kejelasan mengenai bentuk platform konsultasi yang akan dibentuk untuk mendukung penyusunan implementing regulation dari EUDR. Mereka berharap platform tersebut dapat lebih praktis dan mengurangi birokrasi serta tidak merugikan petani kecil.
CSOs dan NGOs juga menyatakan kesiapan mereka untuk mendukung Indonesia dalam menghadapi permasalahan regulasi EUDR dan menekankan pentingnya kelapa sawit bagi petani kecil. Mereka menambahkan bahwa Eropa juga tidak bisa sepenuhnya menghindari penggunaan kelapa sawit.
Dalam rangkaian acara tersebut, Menko Airlangga dan Deputi PM Malaysia menegaskan komitmen mereka terhadap penanganan perubahan iklim dan penurunan deforestasi. Mereka berharap adanya pemahaman yang lebih baik antara produsen dan konsumen serta kolaborasi antara negara anggota CPOPC.
Ketidaksetujuan yang disampaikan oleh Menko Airlangga dan Deputi PM Malaysia atas regulasi diskriminatif terhadap kelapa sawit dalam EUDR telah menyorot pentingnya perlindungan kepentingan petani kecil dan keberlanjutan industri perkebunan. Indonesia dan Malaysia berharap agar Uni Eropa memberikan pengakuan yang layak terhadap upaya mereka dalam memproduksi minyak sawit secara berkelanjutan, dengan berpegang pada data dan informasi yang akurat.